
With a few red lights and a few old beds
We make a place to sweat
No matter what we get out of this
I know we'll never forget
Smoke on the water, fire in the sky
Begitulah penggalan lirik lagu “Smoke on the Water”, yang merupakan salah satu hits dari grup musik asal Inggris, “Deep Purple”. Petikan gitar awal yang khas dan melegenda, mungkin yang membuat lagu ini sangat digemari oleh banyak orang.
Saya teringat dulu di kampus-kampus, sekitaran tahun 90-an sampai 2000-an awal, lagu ini adalah lagu favorit yang sering dibawakan oleh band-band kampus penggemar lagu lawas. Di kampus saya, Filsafat UGM, lagu ini teramat sering dibawakan grup musik andalan kampus kami, yaitu Sandhe Monink. Akan tetapi, siapa nyana kalau lagu ini sebenarnya terinspirasi dari sebuah insiden. Kira kira sederhananya, ceritanya seperti ini. Ceritanya, Deep Purple mau rekaman di tempat yang bernama Montreux Casino atau Kasino Montreux, di Swiss, pada tahun 1971.
Saat itu di lokasi, kebetulan ada konser dari seorang musisi yang cukup provokatif dan kontroversial, yaitu Frank Zappa. Hari itu, yaitu tanggal 4 Desember 1971, saat Frank Zappa dan bandnya tampil di panggung, seorang penonton, yang merupakan fans sang musisi, bertindak agresif merangsek ke arah panggung dan menembakkan pistol suar ke arah band yang sedang tampil.
Selanjutnya, api membara, akibat meledaknya sistem pemanas di venue tersebut. Beberapa fans terluka, perlengkapan band hancur, untungnya tidak ada korban nyawa. Asap kemudian membumbung di lokasi yang dikelilingi air tersebut.
Peristiwa ini tergambar dalam penggalan lirik lagu “Smoke on The Water”
“We all came out to Montreux on the Lake Geneva shoreline / To make records with a mobile – We didn’t have much time / Frank Zappa & the Mothers were at the best place around / But some stupid with a flare gun burned the place to the ground / Smoke on the water, a fire in the sky…” (sumber: faroutmagazine.co.uk, diakses 6 Januari 2025).
Bagi musisi biasa, sebuah insiden yang membahayakan nyawa, ketika akan rekaman atau membuat album lagu, bisa saja membuat yang bersangkutan memikirkan ulang album lagu yang akan dibuatnya. Akan tetapi, sebaliknya, para maestro member band Deep Purple, yaitu Ritchie Blackmore, Ian Gillan, Roger Glover, Jon Lord, dan Ian Paice, menjadikan insiden menegangkan dan berbahaya tersebut sebagai inspirasi dari lagu mereka yang sangat melegenda. Mereka membuat peristiwa tersebut menjadi sebuah kecelakaan yang indah. Hal yang mungkin hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja.
Proses rekaman tetap berjalan, yang kemudian berhasil menelurkan album “Machine Head”, sementara single “Smoke on The Water” dirilis pada tahun 1973, sekitar bulan Mei. Dalam skala internasional, majalah Rolling Stone, menobatkan lagu ini sebagai salah satu dari 500 lagu terbaik sepanjang masa.
Moral of the story-nya apa? Sebuah kecelakaan atau kekacauan sejatinya bukanlah akhir dari segalanya. Hanya orang-orang yang jeli dan berpikiran progresif yang bisa menggali dan menciptakan sesuatu yang indah dari kecelakaan atau kekacauan tersebut. Dalam sejarah Indonesia, bahkan kita bisa lihat, bagaimana sebuah kondisi tidak ideal, bisa diolah oleh para pendiri negara Indonesia, yang berpikiran maju, menjadi kondisi yang jauh lebih baik, yaitu kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam konteks Indonesia pada masa sekarang, sebenarnya kisah di balik lagu “Smoke on The Water” ini bisa kita jadikan inspirasi untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kondisi yang tidak ideal yang kita hadapi beberapa tahun belakangan, seperti pandemi Corona, dari tahun 2020 sampai 2022, krisis ekonomi global setelahnya, yang membuat sebagian rakyat hidup sulit, seharusnya bisa diakhiri dan diubah menjadi sesuatu yang indah, atau suatu kondisi ideal.
Untuk itu, butuh seorang atau beberapa maestro yang berpandangan jauh ke depan, guna melakukan hal tersebut. Selain itu, para maestro tersebut juga paham, bagaimana seharusnya berkomunikasi dengan rakyat dan menyerap aspirasi rakyat, yang kemudian bisa diartikulasikan dalam berbagai kebijakan, yang benar-benar pro kesejahteraan rakyat. Hal yang paling penting, dan utama, adalah kerjasama saling dukungan dari seluruh elemen bangsa Indonesia. Kerja sama ini pada dasarnya adalah budaya asli Indonesia, yang terkenal dengan nama “Gotong Royong”. Mudah-mudahan para pemimpin dengan dukungan mayoritas rakyat Indonesia bisa merealisasikannya.
Oleh: Harsa Permata