Foto Yanvera (Koleksi Pribadi)

Karya: Yanvera


“Kalau kita selalu menyadari kekurangan diri kita sendiri, tanpa menonjolkan kelebihan kita. Niscaya kita menjadi tenang dengan segala kondisi yang ada. Camkan itu nak!!!”

Terkadang kita memang terasa diperlakukan tak adil sama sang pencipta. Meski dalam hati kita selalu protes dan berontak. Tapi bapak mu ini, dengan tulus meminta pada dirimu. Jadikanlah rasa kekesalan itu sebagai puncak membahagiakan diri atau pembelaan diri mu saja, tapi dengan rentang waktu sekedipan mata mu.

“Nak!! Kalau dunia ini terlalu berat buat mu, karena lahir dari keluarga miskin, memang tak bisa dipungkiri. Tapi itupun tak bisa buat kamu menghakimi semua orang. Seolah-olah semua orang salah karena tak mau peduli, dan lingkungan sekitar mu tidak mau berpihak.”ucap Sarwad seorang pemulung jalanan yang sedari kecil hidup terlunta-lunta dijalanan.

Bapak sendiri sangat menyesali kekurangan diri sendiri. Yang tak bisa bikin kehidupan anak-anaknya seperti lazimnya anak-anak orang lain. Tetapi ingat nak, bapak mu ini, selalu dan terus selalu berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan kamu dan adik-adikmu. Tanpa harus meminta semua orang wajib memahami kondisi ekonomi keluargaku.

“Hidup ini terasa tidak adil. Kalimat ini pernah terucap dari mulut bapak mu ini. Ketika melihat orang lain begitu mudahnya mendapatkan uang untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan bagi bapakmu ini, begitu sangat sulit sekali. Namun kala itu bapakmu tak larut dalam kesedihan, melainkan menjadi obat penyemangat kerja mencari rongsokan.” cerita Sarwad pada Norma anak sulung yang sangat disayanginya.

Usai panjang lebar cerita dan menasehati Norma yang tengah dilanda kegundahan, akibat kondisi perekonomian orang tuanya. Sarwad mengajak Norma untuk sekejap mengheningkan hati sambil berucap. Kondisi ini harus kita rubah dengan ikhtiar dan doa setiap waktu, tanpa mengharapkan semua orang yang berubah. Untuk peduli pada sesama tapi kita yang harus sendiri melakukannya.

“Bapak hanya meminta kamu, buang rasa kecewa dan jangan sampai kamu pendam dalam hati. Walaupun harapan mu tak terpenuhi. Terus kamu jangan sampai menyakiti orang lain dan orang-orang terdekat mu. Kemudian kamu tak boleh bersikap ingin dimengerti, tapi kamu tak mau memahami serta mau mengerti orang lain. Jangan kamu selalu ingin dihargai, sedangkan kamu sering lupa menghargai diri sendiri maupun orang lain. Anak ku Norma, kamu harus tahu yang paling menyakitkan bukan ucapan orang, tapi kenyataan bahwa kita telah menyakiti hati orang lain. Memang menyadari kekurangan diri sendiri itu bukan hal yang mudah. Kadang butuh waktu, butuh air mata, dan butuh keberanian untuk mengakui semua itu.” pesan Sarwad sambil memeluk Norma yang berlinang air mata.

“Terima kasih bapak, engkau pahlawan keluarga ku. Aku akan selalu menaati nasehat mu. Sekarang aku paham ternyata aku pun tak selalu benar.” ucap Norma dalam hati.

Perbincangan anak dan bapak tentang perekonomian keluarga dan kehidupan yang begitu menguras air mata pun berakhir. Dan mereka berdua tanpa sadar terlelap dalam kantuknya masing-masing.

Tok… Tok… Selamat siang. Suara ketukan pintu yang terbuat dari seng berkarat dengan dinding rumah papan bekas. Mengagetkan se isi rumah Sarwad. Puluhan tahun baru kali ini ada tamu yang mengetuk pintu rumah. Sebelumnya hanya suara tetangga dari luar. Itu pun kala pembagian zakat fitrah dan bantuan maupun pembagian daging kurban saja.

“Siang pak! Ada apa yah?” ucap Wati istri Sarwad yang membukakan pintu rumahnya.

“Oh ibu, bener ini rumah Norma anak bapak Sarwad?. Kalau benar bolehkah kita masuk kedalam?” ucap sang tamu

Wati pun langsung menjawab dan mempersilahkan sang tamu asing masuk dan duduk diatas tikar. Dan ternyata sang tamu membawa rombongan hingga ruang tamu rumah Wati tak mampu menampungnya.

” Begini bu, kedatangan kami ke sini, memberitahukan bahwa anak ibu yang bernama Norma serta kedua adiknya akan di sekolahkan di sekolah rakyat, kemudian rumah ibu akan direnovasi serta diberikan modal buat usaha bapak dan ibu.” cerita sang tamu sambil tersenyum penuh kasih.

Mendengar keterangan dari sang tamu. Wati langsung pingsan cukup lama, hingga membuat para tamu kebingungan.

Itulah kebahagiaan lahir batin yang diterima Norma, anak yang pintar namun kondisi ekonomi keluarga tak mampu menyokong kepintarannya.
Selamat Norma selamat Bapak sarwad, percayalah ini bukan mimpi di siang bolong. Tetapi ini program nyata dari pemerintah untuk menghadirkan harapan-harapan anak-anak kalian.

1 Comment

  1. Mantap..Keren👍 Semoga Rakyat Indonesia Semakin Pintar, Maju & Sukses Untuk Kehidupannya Di Kemudian Hari.. Semoga Kita Bisa Menjadi Seperti Ilmu Padi, Semakin Berisi Semakin Merunduk 🥰 SEMANGAT ✊🇮🇩

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *