
Karya: Sarinah Sundari
Lebih dari pintar,
ia bijaksana —
membaca zaman lewat mata jiwa,
melintasi luka dengan cinta tak lekang jaman
Tangguh, tabah, tak menyerah,
menenun harapan dari reruntuhan asa,
menumbuhkan damai dari reranting kekerasan.
Berani dan peduli,
suara lembut, tak pernah diam,
berdiri untuk yang tak bisa bicara,
berseru untuk yang dilupakan.
Berdaulat di tubuh, pikiran, jiwa,
ia tidak dimiliki—
oleh adat, oleh pasar, oleh negara.
Ia merdeka memilih:
bekerja di domestik, publik, atau keduanya.
Ia adalah pilihan yang sadar,
bukan hasil paksaan sejarah.
Ibu Bangsa, adil bijaksana,
bukan tanda atau lambang.
Ia adalah pencipta kesejahteraan,
satu untuk semua, semua untuk semua.
Ia tidak bertanya dari suku mana,
tidak memilih dari iman apa.
Ia menjaga persatuan keluarga bangsa
dengan tangan yang sabar dan hati yang bercahaya.
Semua didengar. Semua dipedulikan.
Karena ia tahu,
bangsa ini tak utuh jika ada yang hilang
dari suara, dari ruang, dari perhitungan.
Mandiri menyatu dengan Ilahi,
jiwanya tegak karena bersujud,
langkahnya lurus oleh keyakinan.
Ia tidak ingin menguasai dunia,
cukup menjadi terang di dalamnya.
Perempuan Ibu Bangsa,
adalah rahim kemerdekaan
dan denyut keadilan
yang hidup di setiap generasi
—dengan cinta yang berpancasila.
7/8/25
Tentang Penulis:
Eva K. Sundari memperjuangkan pendekatan politik yang berpihak pada korban, berbasis empati dan spiritualitas. Ia mengembangkan Feminisme Pancasila sebagai jalan pembebasan yang selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan Ketuhanan.