Muji Konde (kiri) dan Gunawan Effendy (kanan)

Semarang – Kebudayaan Rakyat – KEKANCAN merupakan kata turunan dari kanca. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia VI Daring, kanca merupakan kata benda dalam bahasa Jawa yang artinya teman atau sahabat serta pembantu atau kaki tangan. Sementara kekancan, dalam budiarto.id/bausastra disebut sebagai kanca kang raket atau teman dekat.

Kata tersebut dipilih oleh dua perupa di Kota Semarang, Gunawan Effendy dan Muji Konde sebagai judul pameran mereka. Pameran digelar di Tan Art Space, 22 Juni – 4 Juli 2025. Pada pembukaan pameran, kedua perupa tersebut mengakui bila mereka memang lama berteman. Kedekatannya tidak hanya dalam proses berkesenian tapi juga pada keseharian.

Padahal, sedikit mengungkap latar belakang kehidupan mereka, keduanya berasal dari lingkungan yang berbeda atau bahkan bisa disebut bertolak belakang. Gunawan berasal dari keluarga militer yang tentu dekat dengan kata disiplin. Sementara Konde, lahir dari sebuah perkampungan di Kota Semarang yang sarat dengan kebebasan.

Dalam catatan, setidaknya ada tiga ikatan yang membuat mereka dekat. Tentu saja, selain seni rupa, dunia yang lama mereka geluti. Yang pertama adalah Dewan Kesenian Semarang (Dekase). Konde dan Gunawan memang pernah tercatat sebagai pengurus Dekase. Gunawan bahkan sekarang masih menjadi penasehat Dekase hingga setidaknya dua tahun ke depan.

Pada saat menjadi Komite Seni Rupa, mereka berdua pernah melahirkan pameran yang cukup berani di Kota Lama. Saat itu, Kawasan tersebut belum secantik sekarang. Namun, dengan kesungguhan, mereka berhasil membuat ruang publik di sana sebagai tempat apresiasi beberapa karya perupa.

Kedua, Sanggar Seni Paramesthi. Gunawan dan Konde memang pernah aktif di sanggar yang dulu menempati kampus lama IKIP Semarang (sekarang Universitas Negeri Semarang). Keduanya bisa disebut sebagai tulang punggung sanggar yang merupakan pilar penting dalam perkembangan kesenian di Kota Semarang pada masa 1990-an hingga 2000-an awal.

Dan yang ketiga adalah Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Konde yang sekarang tercatat sebagai Sekretaris Jaringan Kebudayaan Rakyat (JAKER) Jawa Tengah pernah menggelar pameran tunggal bertajuk Petrus untuk memperingati Hari HAM pada 2016. Pameran tersebut kemudian mendorong kegiatan serupa yang diikuti beberapa perupa lain, termasuk Gunawan.

Dari 2017 hinggga tahun kemarin, mereka berpameran untuk mengingatkan khalayak bahwa persoalan HAM terutama di negeri ini, belum selesai. Dengan perspektif masing-masing, Gunawan dan Konde menyoroti kasus-kasus yang pernah terjadi.

“Kekancan” menjadi semacam garis bawah atau huruf tebal dari apa yang mereka telah lakukan selama ini. Pada pameran tersebut, ada puluhan karya yang dipajang. Sebagian besar menggunakan media kertas ukuran A4 dengan sapuan cat akrilik.

Ada juga beberapa karya yang menggunakan kanvas dengan ukuran Sekitar 1×1 meter. Tak banyak warna yang tampil di keseluruhan karya kecuali hitam dan putih.

Uniknya, tidak ada keterangan dari karya yang ditampilkan. Gunawan dan Konde seolah ingin melepaskan lukisan mereka dari beban teks. Dengan begitu, tafsir terhadap karya mereka bisa semakin lebar.

Para pengunjung seolah diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menebak makna Kekancan. Pembukaan pameran tersebut dimeriahkan oleh penampilan beberapa seniman. Mereka membaca puisi, menyanyikan lagu, dan juga memberi apresiasi. (Adhitia Armitrianto, penulis dan peminum kopi di Kota Semarang)

Yogyakarta – Kebudayaan Rakyat – Gores Kesendirian, Kegembiraan, Kesusahan, Dan Harapan Disajikan ‘Kelompok Injak Tanah’ Dalam Pameran Seni Rupa Bertajuk “Kebersamaan”

‘Kelompok Injak Tanah’, sebuah kelompok seni rupa yang aktif dan inovatif dari Yogyakarta (yang fokus pada penggunaan tanah dan elemen alam dalam karya seni mereka) kembali mengadakan pameran dengan tajuk ‘Kebersamaan’.

Pameran Volume II ini berlangsung dari tanggal 8 Juni – 8 Juli 2025, bertempat Resto Hotel Yats Colony, Jalan Patangpuluhan Wirobrajan, Kota Yogyakarta, menyajikan karya para Perupa antara lain Hendra Kobain, Uret Pari Ono, Lanjar Jiwo, S.E Dewantoro, Hi..Cak, Bang Toyib, dan Risdianto.

Mengutip dari katalog pameran, bahwa karya-karya yang tersaji dimaksudkan untuk menghiasi ruang-ruang kosong dengan kanvas kehidupan, “Kebersamaan” tampil sebagai judul yang mengundang refleksi paling intim dari karya seni rupa yang dipamerkan di sini.

Dijelaskan bahwa pameran ini adalah pintu gerbang menuju perjalanan visual yang tak hanya mengedepankan estetika, tetapi juga mengeksplorasi ikatan perasaan perupa satu dengan yang lainnya.

Jika berkesempatan mengunjungi pameran ini, maka kita akan diajak untuk memasuki dunia dimana seni menjadi bahasa universal yang mengungkapkan keragaman cara kita melihat, merasa, dan mendefinisikan konsep kebersamaan. Melalui goresan kuas, palet warna, dan tekstur yang bercerita, karya-karya ini mempersembahkan pandangan yang beragam mengenai bagaimana manusia dapat saling terhubung dalam kesendirian, kegembiraan, kesusahan, dan harapan.

Menurut Kelompok Injak Tanah, karya-karya dipilih dengan hati-hati, tidak hanya menonjolkan keahlian teknik, tetapi juga kelayakan konseptual dan emosional yang mendalam. Setiap karya yang terpilih adalah manifestasi dari pemikiran, dialog internal, serta transendensi pengalaman kolektif yang kita alami sebagai manusia.

Dalam rilisnya Kelompok Injak Tanah menambahkan, melalui pameran “Kebersamaan” ini menegaskan kembali bahwa di tengah zaman yang terfragmentasi ini, seni mampu mempertemukan perspektif dan menenun narasi kebersamaan yang menyentuh jiwa. Ini adalah dialog tanpa kata-kata yang menggambarkan kekuatan, kerapuhan, kegembiraan, dan kepedihan yang kita rasakan saat kita bersama.

Harapan Kelompok Injak Tanah kepada pengunjung pameran adalah, semoga pameran ini akan menjadi pengalaman yang berharga dan penemuan baru yang bisa dikenang. Selamat menikmati setiap nuansa kebersamaan yang telah diukir dengan tulus dalam tiap karya, dan semoga memberikan wawasan baru dalam perjalanan kita melalui seni dan kehidupan. *** (tp)

Kabar Budaya – Pada Senin, 26 Mei 2025
Speedboat merapat ke dermaga Pulau Pramuka. Setelah 1 jam lebih, nyawa penumpang ditimang-timang oleh sang nahkoda. Speedboat dengan kecepatan tinggi menerobos ombak dan gelombang. Di bawah hujan deras yang turun ke lautan. Akhirnya, satu per satu penumpang turun dari speedboat dan naik ke dermaga batu.

Di atas dermaga kami para sastrawan dan rombongan dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), antara lain, Kurnia Effendi, Imam Ma’arif, Giyanto Subagio, R. Mono Wangsa, Joel Taher, Andi, Anisa, Salsa, dan Maria dijemput oleh perwakilan dari sekolah SMA. N. 69 Jakarta dan Sudin Kebudayaan Kepulauan Seribu. Lalu kami bersama rombongan jalan kaki menuju sekolah.

Sampai gerbang sekolah kami diterima oleh Pak Sugeng Prabowo selaku Kepala Sekolah. Sebelum acara dimulai para siswa peserta Program sastrawan Masuk Sekolah berkumpul di aula serbaguna untuk melakukan serimonial dari Dewan Kesenian Jakarta dan Sudin Kebudayaan Kepulauan Seribu serta SMA N. 69, Jakarta.

Penyair Imam Ma’arif yang bertugas selaku koordinator lapangan dan sekaligus mewakili Komite Sastra DKJ memberikan sambutan singkat. Dalam sambutannya Imam Ma’arif berharap Program Sastrawan Masuk Sekolah ini, bisa berkelanjutan dan lebih banyak para siswa dan sekolah yang terlibat. Pada akhir sambutan Imam Ma’arif menyerahkan plakat dan buku-buku dari Dewan Kesenian Jakarta kepada Kepala Sekolah SMA. N. 69 Bpk. Sugeng Prabowo.

Program Sastrawan Masuk Sekolah adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan apresiasi, serta meningkatkan literasi membaca di kalangan siswa dan guru. Program ini melibatkan sastrawan yang berinteraksi langsung dengan siswa di sekolah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dan inspirasi tentang karya sastra, baik menulis cerpen, menulis puisi, maupun membaca puisi.

Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Jakarta, membuat Program Sastrawan Masuk Sekolah. Program ini melibatkan 30 para sastrawan dan deklamator nasional sebagai pengampu, atau mentor, atau pengajar. Ada 15 sekolah SMA dan SMP Negeri yang masuk agenda Program Sastrawan Masuk Sekolah di Jakarta dan Kepulauan Seribu.

Pada akhir acara para penulis cerpen, dan puisi, serta pembaca puisi terbaik membacakan karyanya di depan kelas dan mereka masing-masing mendapatkan buku-buku sastra dari Dewan Kesenian Jakarta.

*Rangkuman Wawancara Herry Tany dengan Giyanto Subagio

Penulis: Herry Tany

Oleh T

Jepara kota ukir adalah slogan yang mewakili kemampuan ahli ukir warga Jepara. Kemampuan  yang sudah diakui sejak jaman Ibu Kartini menunjukkan karya ukir bernama Macan Kurung kepada Belanda yang membuat Jepara didatangi orang dari luar kota luar negeri dan ingin dibuatkan kayu ukiran indah. Baik sebagai hiasan atau sebagai mebel -mebel yang fungsional.

Pejalanan waktu industri ukir Jepara menjadi salah satu bagian perputaran ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai supllier mebel dan pengukir.

Disamping kemampuan ukir dibidang industri, beberapa ahli ukir Jepara juga melakukan banyak kegiatan untuk melestarikan hal yang berhubungan dengan ukir. Contohnya di sekolah murid diwajibkan ikut kegiatan extra ukir, ada lomba ukir tingkat SD,SMP,SMA. Ada yang membuka kursus singkat ( Workshop ) untuk grup dari sekolah luar kota atau instansi luar propinsi.

Omah Laut Bondo Jepara yang bertempat di tepi pantai Bondo Jepara juga membuka sekolah ukir dasar ditawarkan kepada tamu yang menginap atau berkunjung. Tamu lokal atau wisatawan mancanegara.

Kursus berbayar ini berdurasi 3 jam. Peserta akan disediakan panel kayu 25 x25 cm , ganden, tatah. Alat ukir dipinjami , hasil ukir bisa dibawa pulang.

Sudah 4 tahun ini kelas dibuka setiap awal musim panas sampai bulan Desember. Guru ukir adalah para ahli ukir yang akan mengajar bagaimana menggunakan pisau ukir yang berbeda untuk tiap bentuk ukiran yang berbeda. Disamping pelajaran teknis pengenalan alat juga ada pengetahuan tentang sejarah ukir, pengenalan bentuk bentuk ukir khas Jepara.

Testimoni salah satu peserta dari Perancis yang  sangat menghayati dan berkata ini bisa menjadi kontemplasi yang fun. Semoga semakin banyak lagi kelas kelas ukir di Jepara untuk pelestarian ilmu ukir dari Para ahliukir Jepara.

Oleh T

Musim hujan telah beralih ke musim panas 2025.  Pecinta dan pembuat layang-layang Jepara sudah mulai merencanakan membuat layang-layang baru atau mencari waktu di akhir pekan untuk menerbangkan layang-layang yang sudah tersedia koleksi tahun lalu. Teman-teman ini tergabung dalam komunitas Pelayang Jepara dengan nama PELANGI -Perkumpulan Pelayang Seluruh Indonesia Cab. Jepara. Terdiri dari beberapa klub seperti klub Gunung Tumpeng, Klub Sojoyo .

Layang-layang berbentuk macam -macam. Layangan tradisional, 2 dimensi, 3 dimensi, layangan balon, layangan train naga.layangan olah raga. Layangan tradisional Jepara biasa disebut sowangan, merakan,pegon ceper, doro keplok,lodoyo, ramraman,kobronan dll. Masing-masing layangan tersebut mempunyai ciri khas dan bentuk. Ukuran yang biasa dibuat untuk layangan tradisional antara 0,5 meter sampai 2 meter. Karena sebagian besar bahan yang digunakan adalah rangka bambu dan kertas jadi apabila dibuat lebih besar ukurannya dan angin tidak mendukung akan mudah jatuh dan cepat rusak.

Layangan Tradisional dan layangan 2 Dimensi

Layangan 2 dimensi adalah layangan kreasi yang tema tidak terbatas bisa apa saja. Bahan juga dari kain parasut rangka bambu atau fiber atau kombinasi. Ukuran yang pernah dibuat paling besar 6 x 8 meter. Layangan 3 dimensi juga sama dengan 2 dimensi namun rangkanya berbeda.Layangan balon atau inflatable lebih praktis karena bisa berukuran sampai 40 meter namun bisa dilipat dan disimpan dalam tas sehingga praktis dibawa. Layangan train naga adalah layangan dengan kepala nada dengan badan yang berbentuk seperti kereta api. Panjangnya bermacam dari 20-150 meter. Adapun diameter badan naga juga bermacam dari 25- 50 cm. Layang -layang olah raga ada 2 macam yaitu layangan Stuntkite 2 tali dan layangan revo 4 tali. Ini memerlukan ketrampilan menerbangkan agar bisa menari dengan baik. Bisa dilakukan sendiri atau dengan tim lebih dari 2 orang.

Layangan 3 Dimensi

Selain setiap akhir pekan bermain layang-layang di pantai PELANGI Jepara juga telah 3 kali setiap tahun mengadakan lomba layang-layang tradisional Jepara. Semoga layang-layang menjadi sarana olah raga dan rekreasi juga ungkapan kreatifitas seni, pelestarian permainan tradisional.

Disamping mengadakan festival sendiri tingkat lokal di Jepara. Pelangi juga selalu diundang festival Nasional dan Internasional di Jogja Bali Purworejo , Malaysia Thailand India dan tempat lain, Beberapa layang-layang yang dibuat oleh pelayang Jepara sudah dibeli banyak kolektor dari luar kota dan luar negeri.

JAKARTA, Kebudayaan Rakyat , Pada tanggal 20 Mei 2025 mendatang, Jaringan Kebudayaan Rakyat (JAKER) akan menggelar Diskusi Publik bertema Kebangkitan Kebudayaan Indonesia dan sekaligus melaunching Website Kebudayaan Rakyat. Acara yang bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ke – 117 ini akan digelar di Kekini Coworking Space, Cikini, Jakarta Pusat dan dihadiri oleh para pegiat seni budaya, sastrawan dan sutradara perfilman.

Menyambut baik kegiatan tersebut, salah satu tokoh muda saat dijumpai di Jakarta sekaligus Sekretaris Jenderal Independen Wartawan Jurnalis Reporter Indonesia [ IWAJRI ] memberikan tanggapan dan sekaligus apresiasi yang tinggi atas karya aktivis JAKER berjuang memajukan kebudayaan Nusantara , melalui jaringan organisasi dan melalui jaringan media yang kini terbentuk.

“Saya mengucapkan selamat dan sukses atas kegiatan tersebut, terutama media online Kebudayaan Rakyat yang telah didirikan oleh para aktivis Jaker. Semoga dengan hadirnya website tersebut dapat lebih fokus dalam mengangkat dan mempublikasikan karya- karya kebudayaan lokal kita yang sangat majemuk,” kata Martin Uung nama yang biasa disapa sekaligus Sekjend IWAJRI, ” di kawasan Utan Kayu, Jakarta, Sabtu ( 17/5/2025).

Dikatakan Martin, bangsa Indonesia sejak lama sangat kuat dan kokoh karena dipersatukan dengan aneka ragam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote. Aneka ragam kekayaan kebudayaan karya besar para leluhur ini, seiring perkembangan teknologi dan industri di jaman modern ini kian tergerus dan beranjak ditinggalkan serta dilupakan.

“Kita punya kekayaan budaya yang unik, baik lisan ( tutur) seperti dongeng, syair- syair dan pantun. Kita punya budaya tulisan seperti karya sastra puisi, cerita cerita kuno, hikayat dan lain lain. Kita juga punya seni budaya tarian, gong gendang, dan kita begitu banyak lagi budaya purbakala seperti rumah rumah adat, ritual ritual adat, perkawinan, kelahiran dan kematian, cara bercocok tanam, dan budaya gotong -royong, dan masih begitu banyak tradisi yang akhir-akhir ini mulai tergerus kemajuan teknologi digital yang kebarat-baratan. Semua potensi kebudayaan atau seni budaya yang langka dan unik ini harus tetap diangkat oleh JAKER sebagai sebuah entitas pewaris kebudayaan bangsa,” kata Marin.

Ke depan, lanjut dia, JAKER baik melalui organisasi dan melalui medianya harus bisa menggali, melakukan kajian dan mengadvokasi seluruh kebudayaan Nusantara yang sudah mati suri atau sudah dilupakan. Karya dari pekerjaan itu harus dipublikasikan agar diketahui oleh seluruh masyarakat dan pemerintah sehingga kemudian dapat dihidupkan lagi.

JAKER sebagai organisasi yang lahir dari peradaban Zaman perjuangan orde baru, harus memberikan dorongan yang kuat melalui media agar pemerintah segera melakukan pendataan seluruh hasil produksi kebudayaan bangsa yang dilahirkan para leluhur maupun warga negara Indonesia; kemudian harus menerbitkan Hak Cipta atas karya-karya tersebut agar tidak diklaim oleh pihak asing sebagai kebudayaan mereka.

“Kehadiran media Kebudayaan Rakyat itu sangat strategis di tengah guncangan dunia saat ini yang bukan saja diwarnai oleh perang dagang tetapi juga diwarnai oleh perang teknologi dan kebudayaan. Ada multimedia, multichannel dan Multiplatform beranekaragam di dunia jagat merasuki dunia publik kita. Oleh karena itu, saya mendorong JAKER dengan medianya harus mampu memberikan dampak nilai lebih berupa Pendidikan inovasitas bagi generasi muda bangsa, pemerintah dan masyarakat Indonesia. Jadi intinya Jaker harus berani melakukan terobosan baru melalui media dengan mengangkat isu-isu Kebangkitan budaya Indonesia agar tidak punah dan atau dirampas oleh negara lain,” tutup Martin. ( bungKR)