
Oleh Prima Bahren (Ketua JAKER Kota Kupang)
Dari pelantikan Wakil Panglima TNI hingga seruan Indonesia Incorporated, inilah momentum mengembalikan semangat cita-cita proklamasi untuk masyarakat adil dan makmur.
Sedikit tulisan dari Indonesia timur, bagi saya pelantikan Letnan Jenderal Tandyo Budi Revita sebagai Wakil Panglima TNI, yang untuk pertama kalinya diisi kembali setelah puluhan tahun kosong, menjadi momentum penting bagi reformasi kelembagaan militer Indonesia. Perubahan ini bukan sekadar penempatan jabatan, melainkan langkah strategis memperkuat sistem komando dan kesiapan pertahanan negara di era tantangan yang semakin kompleks.
Keputusan Presiden Prabowo melalui Perpres No. 84 Tahun 2025 juga membawa pembaruan dalam struktur kepemimpinan tiga kesatuan pasukan khusus TNI, mengangkat derajat mereka menjadi pangkat bintang tiga. Langkah ini menunjukkan keberanian politik untuk merapikan sekaligus memodernisasi postur pertahanan negara, selaras dengan kebutuhan strategis Indonesia sebagai negara kepulauan besar.
Di sisi lain, seruan Presiden kepada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) untuk menghidupkan konsep Indonesia Incorporated patut diapresiasi. Retret Kadin di Akmil Magelang bukan hanya simbol kemitraan strategis antara dunia usaha dan negara, tetapi juga pengingat bahwa kekuatan ekonomi dan pertahanan adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan.
80 tahun setelah proklamasi, bangsa ini diingatkan kembali pada cita-cita luhur pada tujuan bernegara: mewujudkan masyarakat adil dan makmur Itu berarti menjaga keseimbangan antara pertahanan yang kuat, pemerintahan yang bersih, dan rakyat yang berdaya. Jalan menuju tujuan itu menuntut keselarasan antara kebijakan negara, kekuatan ekonomi nasional, dan partisipasi rakyat. Tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah atau pengusaha; rakyat pun perlu menggerakkan diri, menjaga etos kerja, menegakkan kejujuran, dan memelihara gotong royong.
Kita membutuhkan sinergi: militer yang tangguh, ekonomi yang inklusif, pemerintahan yang bersih, dan masyarakat yang berdaya. Inilah wujud “Sosialisme Indonesia” yang dimaknai sebagai kesejahteraan bersama, bukan kemakmuran segelintir orang. Janji kemerdekaan tidak akan tuntas hanya di barak prajurit atau ruang rapat pengusaha. Ia harus hidup di sawah, di pasar, di jalan-jalan kampung, di tangan rakyat yang bekerja jujur, bergotong royong, dan tidak menyerah pada keadaan.