
Oleh: Prima Bahren
Tulisan saya kali ini, untuk menanggapi beberapa tanggapan negatif terhadap program sekolah rakyat yang di gagas pemerintah melalui Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI). dalam konteks Nusa Tenggara Timur.
Kenapa NTT Harus Menyambutnya?
Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi tantangan pendidikan yang kompleks, memiliki tantangan unik yang membuat Sekolah Rakyat relevan dan mendesak. hambatan jarak dan transportasi: jarak sekolah bisa ditempuh berjam-jam berjalan kaki melewati medan sulit, kemiskinan ekstrem masih membelenggu, dan fasilitas pendidikan formal tidak merata. kemiskinan struktural: banyak keluarga yang tidak mampu membiayai seragam, buku, atau biaya transportasi. kerentanan sosial: anak-anak dari keluarga miskin ekstrem rentan menjadi pekerja anak atau putus sekolah permanen.
Program Sekolah Rakyat Kementerian Sosial hadir sebagai terobosan yang langsung menyasar akar masalah: sekolah berasrama gratis, untuk anak-anak keluarga miskin ekstrem dan anak jalanan, dengan semua kebutuhan, seragam, makan bergizi, hingga tempat tinggalnya ditanggung negara.
Peluncuran tahap pertama Juli 2025 mencakup 63 titik aktif di seluruh Indonesia, dengan tambahan 37 titik menyusul hingga akhir bulan, total 100 lokasi. Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan penambahan 100 lokasi baru, sehingga tahun ajaran 2025–2026 akan memiliki 200 titik Sekolah Rakyat. Untuk NTT, beberapa kabupaten prioritas yang masuk radar termasuk Rote Ndao, Sumba Timur, Sumba Barat, dan Alor, wilayah dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi di provinsi ini.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menegaskan: “Sekolah Rakyat adalah bentuk keadilan sosial bagi keluarga yang belum terbawa dalam proses pembangunan. Kita hadir untuk memberi kesempatan yang setara bagi semua anak Indonesia.”
Sementara itu Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono juga menegaskan: “Pak Presiden ingin memutus rantai kemiskinan melalui jalur pendidikan. Semua anak Indonesia harus sekolah. Mau yang kaya, yang miskin harus sekolah,” dalam sambutannya di hadapan 8.500 mahasiswa.
Di NTT, program ini akan menjadi penentu perubahan. Model berasrama menghapus hambatan jarak dan biaya. Kurikulum yang memadukan akademik, karakter, dan keterampilan hidup membekali anak bukan hanya ijazah, tapi juga kemandirian dan daya saing.
Targetnya jelas: anak-anak di desil 1–2 Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional yang belum terjangkau pendidikan formal.
Namun, kesuksesan Sekolah Rakyat di NTT tidak bisa hanya bergantung pada Kemensos. Pemerintah daerah, tokoh adat, gereja, lembaga pendidikan, hingga dunia usaha perlu ikut bergerak. Lahan dan bangunan yang ada, balai desa, gedung BLK, atau fasilitas tidak terpakai, bisa dioptimalkan. Kader PKH dan relawan lokal dapat menjadi ujung tombak penjaringan anak calon peserta. CSR perusahaan, terutama di sektor energi dan pariwisata NTT, dapat membantu melengkapi fasilitas belajar.
Sekolah Rakyat adalah cermin kehadiran negara yang konkret, tanpa menunggu anak-anak miskin ekstrem datang ke sekolah, tetapi justru menjemput mereka. Dalam konteks NTT, di mana jarak, kemiskinan, dan keterbatasan fasilitas kerap menjadi tembok penghalang, program ini adalah pintu pembuka harapan.
Bagi saya sangat miris jika NTT sering disebut hanya dalam statistik kemiskinan dan putus sekolah. Sekolah Rakyat memberi kesempatan untuk mengubah angka itu akan menjadi kisah sukses: anak dari Rote yang jadi guru, remaja di Sumba yang berwirausaha, pemuda Alor yang mengabdi di desa.
Program Sekolah Rakyat bukan sekadar program pendidikan, ia adalah perwujudan kehadiran negara di titik paling terpinggir NTT. Dengan pendekatan yang inklusif, berkelanjutan, dan menyeluruh, Sekolah Rakyat adalah penggerak perubahan yang tak hanya memberi anak belajar, tapi memberi mereka mimpi, masa depan, dan kehormatan.
Memutus rantai kemiskinan bukan hanya soal memberi bantuan, tetapi memberi anak-anak kesempatan untuk bermimpi, belajar, dan mewujudkannya. Sekolah Rakyat adalah wajah nyata negara yang menjemput, bukan menunggu.
Di NTT, pintu harapan itu kini terbuka dan tugas kita bersama memastikan tetap lebar terbuka untuk masa depan gemilang mereka. NTT sudah siap menyambut dan meluaskan dampaknya. Semoga rencana dan realisasi program ini berjalan mulus, dan menyentuh hati paling bawah dari pendidikan di Indonesia.